KLIKEMONEY.COM – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai paket kebijakan ekonomi ke-16 Jokowi hanya akal-akalan pemerintah dalam rangka membuka pintu masuk bagi para investor China.
Dia menepis paket kebijakan tersebut dianggap akan bisa mengatasi tekanan ekonomi global. Kebijakan itu justru akan banyak mendatangkan investasi asing dan sekaligus membunuh industri kecil dalam negeri.
Pasalnya, investasi atau penanaman modal asing (PMA) tak lagi membutuhkan mitra usaha lokal. PMA itu disinyalir dibentuk untuk diarahkan pada para investor China.
“Pemberian keleluasaan PMA 100 persen yang direncanakan pemerintah terhadap 25 bidang usaha dalam paket ini jelas akan mematikan industri kecil menengah yang selama ini jadi tulang punggung perekonomian Indonesia,” Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Diketahui, paket kebijakan ini berisikan perluasan insentif pajak penghasilan (PPh) bagi badan usaha (tax holiday) untuk mendorong industri perintis maupun hilir, relaksasi daftar negatif investasi, dan insentif untuk devisa hasil ekspor.
Paket ini juga dinilai Heri sebagai respon terhadap para investor China yang mengeluhkan berbelitnya birokrasi di Indonesia. Untuk itulah, menurut dia, paket ini diluncurkan.
“Perlu dijelaskan bahwa proses ini nampaknya telah digagas beberapa bulan yang lalu melalui BKPM, di mana investor China mengungkapkan berbelitnya proses investasi di Indonesia yang membuat mereka enggan menanamkan modal usaha. Paket kebijakan ini jelas terarah untuk menarik minat investor China,” ungkap Heri.
Menurut Heri, paket kebijakan ini juga akan melegalkan praktik monopoli pedagang China di Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia sama sekali tidak mendapatkan keuntungan finansial apapun. Serapan tenaga kerja lokal dari investasi China selama ini tidak bisa dipastikan, lantaran proyek patungan dengan China kerap menggunakan tenaga kerja China.
“Paket kebijakan yang menguntungkan China ini jelas menunjukkan keberpihakan Pemerintah Jokowi terhadap trade wars antara China dengan AS setelah gagalnya kesepakatan di KTT APEC pada 17-18 November 2018 di PNG,” imbuhnya.